Ku teguk sebotol fruit tea dingin yag baru saja kubeli di
kantin sekolah. Dahagaku langsung sirna seketika begitu fruit tea tersebut
menyentuh kerongkonganku. Segar rasanya. Apalagi dengan lelah dan keringat yang
belum terhapus dari dahiku.
Pagi-pagi sekali aku telah bersiap berangkat kesekolah untuk
menyiapkan keperluan dispensasi OSIS. Tapi tak seperti yang kuharapkan, aku
berangkat sedikit lebih siang karena adikku yang nakal minta diantar dulua. Emosiku
memuncak pagi itu karena hal tersebut, aku terlambat, belum lagi aku harus
mencetak data dan mencari tanda tangan. Jadilah aku berangkat ke sekolah
bersungut-sungut.
Setibanya disekolah, aku buru-buru pergi keruang PSB setelah
meletakkan ransel dibangkuku dikelas. Setelah mencetak data tersebut, aku naik
turun tangga untuk mencari tanda tangan para kakak kelas selaku panitia utama.
Ya, taka pa, aku menghibur diri sendiri ‘itung-itung olahragalah.’ Setelah
perjuangan naik turun tangga, saatnya menghadap guru-guru Pembina OSIS yang
bertanggung jawab dengan dispensasi tersebut. Parahnya, baru aku menghadap guru
pertama, panggil saja dia Bu Is, beliau menyuruhku menggati kata-kata dalam
surat dispen tersebut. Sekali lagi, aku menghibur diri dengan kata-kata
‘olahraga’ . Aku lari-lari ke ruang OSIS dan mengedit surat dispen tersebut
diruang OSIS. Sebelnya, computer ruang OSIS Leleeeettttnyaaa minta ampun,
berasa pingin banting tu computer ! Kemudian, seselesainya ngetik (yang butuh
kesabaran) aku lari-lari ke PSB untuk ngeprint. Begitu ngeprint-nya tuntas, giliran
nyari tanda tangan lagi (dan naik turun tangga lagi) yang kali ini harus
ditambah ngetuk pintu kelas, minta ijin guru mapel, baru dapet tanda tangan
setelah diijinin gurunya karena bel masuk kelas udah bunyi dari 5 menit yang
lalu. Lagi-lagi, setelah diintrogasi bentar sama kakaknya, sekarang kembali
lagi ke Bu Is dan akhirnya beliau mau tanda tangan setelah tadi direfisi (yang membuatku melakukan semuanya serba 2
kali)
Oke tinggal Bu Yas, selaku aka kurikulum (seharusnya waka
kesiswaan, tapi karena nggak ada, digantiin waka kurikulum). Tapi sebelum tanda
tangan, Bu Yas minta contoh surat yang berkenaan dengan maksud dispensasi.
Sayangnya aku nggak bawa, lagi deh aku lari-lari ke secret buat ngambil tu
surat. Begitu kukasiin ke Bu Yas, dan setelah di teliti dengan –sangat- cermat,
perlu direfisi lagi karena ada yang salah. Sial ! Bu Yas bilang beliau mau
tanda tangan kalau itu uda direfisi. Terpaksa aku lari-lari lagi, mengetuk
pintu kelas lagi, meminta ijin pada guru mapel lagi, dan bilag kekakaknya lagi
kalau surat edarannya ada yang salah dan harus direfisi. Dan kakaknya bilang
“Yaudah,dek, dispennya besok aja. Ribet amat, keburu siang. Kasian. Udah besok
aja,ya.” Jadi deh besok yang dispen. Setelah lari-lari, stelah menghadap guru
berkali-kali, akhirnya semua ditunda besok. An did you know, aku nggak masuk
kelas biologi demi itu.